Menjadi seorang jurnalis di peperangan memang bukanlah perkara yang mudah, bahkan terkadang menimbulkan dilema besar. Di satu sisi, dia harus meliput peristiwa secara professional. Namun di sisi lain ada rasa kemanusiaan untuk menolong. Hal inilah yang dirasakan oleh Kevin Carter, seorang pria berkulit putih asal Johannesburg, Afrika Selatan.
Pada tahun 1993, Kevin berangkat dari Afrika ke Sudan untuk meliput tragedi pemberontakan di negara tersebut. Namun sesampainya disana, Kevin menemukan sebuah fakta lain, bahwa pemberontakan bukanlah hal yang terburuk, namun kelaparanlah masalah utama di daerah itu.
1. Kevin menemukan seorang gadis kecil yang kelaparan, sementara burung Nasar berdiri tepat dibelakang gadis tersebut dan siap memangsanya.
Ketika Kevin mengunjungi sebuah kampung, tiba-tiba ia mendengar rengekan seorang anak. Setelah dia mencari di sekeliling, Ia menemukan seorang gadis kecil yang duduk bersujud di atas tanah tidak jauh darinya. Gadis kecil tersebut tidak mengenakan pakaian dan tulang-tulangnya Nampak menonjol. Sementara nafasnya terdengar lemah, ia merintih lalu memejamkan mata.
Tak jauh dari posisi gadis tersebut, terlihat seekor burung Nasar (burung pemakan bangkai) yang bersiap dan menunggu kematian gadis kecil itu.
2. Daripada menolong, Kevin lebih memilih mengabadikan momen memilukan tersebut.
Melihat burung Nasar yang siap menunggu kematian gadis itu, Kevin hanya tertegun dan diam.
Ia tidak segera mengambil kameranya, namun menunggu sang burung pergi. Akan tetapi setelah 20 menit menanti, burung itu tak juga bergeming dari tempatnya. Akhirnya, Kevin pun mengabadikan momen mengenaskan tersebut. Lalu pergi begitu saja.
3. Kevin menjual foto mengenaskan itu kepada majalah New York Times.
Selepas pulang dari Sudan, Kevin menyerahkan dan menjual foto gadis kecil yang hendak dimangsa burung itu kepada majalah New York Times.
Pada tanggal 26 Maret 1993, foto tersebut diedarkan dan koran ini langsung ludes terjual. Telepon redaksional New York Times terus berbunyi dengan pertanyaan yang sama, bagaimana nasib anak kecil itu?
Kevin menjelaskan bahwa gadis itu lolos dari maut dan bisa berjalan menjauh dari burung nasar tadi. Namun, dia tidak tahu bagaimana nasib gadis kecil ini selanjutnya. Entah ia dapat bertahan atau tidak.
4. Kevin memperoleh penghargaan Pulitzer dan foto mengenaskan tersebut dinobatkan sebagai foto terbaik.
Setahun kemudian, tanggal 2 April 1994, Kevin mendapat kabar dari redaksi New York Times, bahwa fotonya telah dipilih sebagai pemenang utama fotografi Pulitzer Prize. Kevin menerima penghargaan itu tanggal 23 Mei 1994 di Colombia University, Amerika Serikat.
5. Tak hanya menuai pujian, Kevin juga menerima kritikan tajam karena dianggap lebih mementingkan profesi daripada sisi kemanusiaan.
6. Dibalik prestasinya yang melonjak, Kevin merasa bersalah dan risau karena tidak menolong gadis kecil tersebut.
Kritikan-kritikan tajam itu membuat Kevin menjadi risau dan dirundung rasa menyesal. Foto tersebut terus menghantuinya, seolah-olah dia melihat kematian yang dihadapi oleh gadis kecil tersebut. Carter mengaku bahwa setelah mengambil gambar dia merokok dan menangis keras.
7. Akibat dihantui rasa bersalah tanpa henti, Kevin pun mengakhiri hidupnya sendiri.
Pada 27 Juli 1994, dunia jurnalistik dihebohkan oleh berita kematiannya yang fenomenal. Kevin ditemukan mati bunuh diri di dalam truk pada area tebing sungai Braamfonteinspuit, Afrika selatan. Dia bunuh diri dengan cara menyalurkan asap dari ekzoske (Knalpot) dalam kendaraanya
Kini sosok Kevin Carter hanya tertinggal sebuah nama. Sedangkan foto fenomenal tersebut masih beredar dan eksis di dunia maya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar